Selasa, September 08, 2009

Panitia Zakat Bukan Amil Tapi Wakil Muzaki

Panitia Zakat Bukan Amil Tapi Wakil Muzaki

Amil zakat adalah orang yang mendapatkan tugas untuk mengambil, memungut, dan menerima zakat dari para muzaki, menjaga dan memeliharanya untuk kemudian menyalurkannya kepada para mustahik yang berhak menerimanya. Di dalam UU No.38 tahun 1999, sebuah lembaga bisa termasuk dalam kategori amil zakat.


Lalu, bagaimana dengan status panitia zakat yang dibentuk secara insidentil di bulan Ramadhan ? Dapatkah mereka dikategorikan sebagai amil sebagaimana pengertian yang disebutkan di atas. Menurut penjelasan Maratua Simanjutak mengacu pada Al Qur’an Surah at Taubah ayat 103, bahwa amil zakat adalah orang yang mendapatkan delegasi dari pemerintah. “Artinya, amil adalah mereka yang diangkat dan dikukuhkan oleh pemerintah,” tutur Ketua Badan Amil Zakat Propinsi Sumatera Utara menegaskan.

Bangsa Indonesia mengalami masa di mana belum ada ketentuan perundangan-undangan khusus tentang zakat. Pada masa-masa tersebut maka berlakulah ketentuan yang dibuat ahlul halli wal aqdi (perwakilan). Dan fikih mengakui keberadaan Ahlul halli wal aqdi. Sebelum ada ketentuan pemerintah, maka tiga pilar kekuatan yang ada di masyarakat, yaitu ulama, umara dan cendekiawan (atau pemangku adat) menjadi penggantinya. Dialah ahlul halli wal aqdi.. “Maka merekalah yang mengangkat amil. Dan itu berlaku dalam fikih,” tandas Maratua guru besar bidang fikih ini.

Ahlul halli wal aqdi seperti di negara Indonesia, yang bukan Islam adalah berdasarkan ulul amri bisy syaukah (ulul amri karena mempunyai kekuasaan), dan tugas ini ada di MPR/DPR yang membuat UU. Mereka sama statusnya seperti ahlul halli wal aqdi. Oleh karenanya UU yang ditetapkan oleh MPR/DPR, itu diakui oleh fikih. Itulah yang ditetapkan oleh pemerintah.

Maka dengan lahirnya UU No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, amil-amil yang diangkat oleh ahlul halli wal aqdi sudah tidak lagi dikatakan amil dan tidak boleh lagi beroperasi. Dan digantikan oleh amil-amil yang diangkat oleh pemerintah. “Menurut ketentuan fikih, mereka tidak boleh lagi beroperasi sebagai amil,” katanya sambil menyayangkan masih banyak orang yang bukan lagi statusnya amil tapi masih beroperasi di masjid-masjid. Padahal mereka sudah beralih fungsi statusnya. ”Kalau dulu dia sebagai amil yang termasuk asnaf delapan, sejak adanya UU No.38 maka statusnya berubah menjadi perwakilan muzaki,” katanya.

Karena sebagai wakil muzaki, maka mereka –yang oleh Maratua diberi istilah Panitia Amil Zakat/PAZ, tetap boleh menerima zakat, tapi bukan untuk dia melainkan untuk asnaf zakat yang jumlahnya 8 golongan. PAZ ini statusnya hanya membantu muzaki. Muzaki harus menyampaikannya dengan ucapan, ’Ini zakat kami untuk disampaikan kepada yang berhak’. Bukan untuk Anda sebagai amil, kata Maratua. Kebolehan panitia amil zakat ini menerima zakat bukan karena kapasitas dia sebagai amil namun sudah berubah fungsi sebagai wakil muzaki. Ini disebabkan karena sudah ada Undang-undang yang mengatakan zakat ditunaikan melalui amil.

Tidak Punya Hak Amil

Keberadaan panitia sebagai wakil muzaki tidak boleh mengambil yang menjadi hak amil, yaitu seperdelapan. Melainkan dia harus dibiayai oleh amil yang sesungguhnya. Atau didanai muzaki dengan cara memberikan biaya kepada perwakilannya itu. Sama seperti di dalam ketentuan qurban. Panitia tidak boleh mengambil dari nominal qurban melainkan pekurban harus memberikan sejumlah dana tambahan untuk operasionalisasi qurban tersebut. Begitu juga di dalam kepanitiaan zakat. Muzaki seharusnya memberikan dananya kepada panitia sebagai biaya operasional untuk memberikan zakatnya kepada yang berhak. ”Panitia itu harus dibiayai oleh muzaki. Kata dia, sama seperti dalam ketentuan qurban.

Keberadaan UU No.38 tahun 1999 yang menurut Maratua merupakan landasan perubahan status ke amilan panitia Ramadhan harus dipahami masyarakat muslim terutama panitia zakat Ramadhan. Namun karena belum semua masyarakat muslim mempunyai pemahaman seperti maka di sinilah tugas BAZ (Badan Amil Zakat) di daerah untuk melakukan terobosan.

Sebagai Ketua Harian Badan Amil Zakat Propinsi Sumatera Utara, Maratua memberikan solusi permasalahan ini. Pertama, dengan cara meminta kepada BAZ-BAZ yang ada di kecamatan untuk mengangkat mereka menjadi UPZ (Unit Pelaksana Zakat). Panitia di masjid-masjid diangkat menjadi amil resmi oleh BAZ Kecamatan selama tiga tahun sama seperti periode di BAZ Propinsi.

Tugas amil melaporkan jumlah zakat yang dikumpulkan. Mereka tidak perlu menyetorkan tapi hanya melaporkan jumlah zakat yang dihimpun. Zakat fitrah dan zakat maal yang dikumpulkan itu dikembalikan lagi kepada warga sekitar. Propinsi Sumatera Barat tidak membenarkan BAZ Propinsi dan BAZ Kabupaten menerima zakat fitrah. Ketentuan di Sumatera Barat zakat fitrah harus dikembalikan lagi kepada warga sekitar, baik di kecamatan maupun di desa-desa. Amil yang ada di wilayah tersebut harus mengetahui asnaf apa saja yang ada di daerah tersebut.

Dengan dibentuknya UPZ maka amil bisa terhindar dari pengambilan hak terlalu besar. Sebab jika yang ada di daerah tersebut mustahiknya sedikit kalau dibagi rata mustahik yang ada maka bisa jadi amil akan mendapatkan bagian yang besar. ”Inilah yang terjadi di PAZ,” katanya. Sementara jumlah amilnya sedikit dan hanya bekerja antara 5-7 hari di akhir Ramadhan.”Seperti ini kan terlalu besar dan tidak adil. Mereka hanya bekerja antara 5 atau 7 hari sedangkan haknya misalnya 20 persen,” ujarnya.

Manfaat kedua, kalau dibentuk UPZ, mereka tidak perlu tergesa-gesa menyalurkan zakatnya habis di malam Idul Fitri. Zakat yang terkumpul di UPZ bisa dibagikan setelah hari raya. ”Karena zakat tersebut sudah sampai di tangan mustahik (amil). Yang tidak boleh dalam ketentuan agama kan kalau zakatnya belum sampai di tangan mustahik sebelum shalat id. Ini kan jelas sudah sampai. Yang menerima amil kan? Jadi kalau dibagi setelah shalat itu tidak masalah,” jelas Maratua.

Meski demikian, di Sumatera Barat belum semua masjid menjadi UPZ. Karena ada juga yang menolak. Alasannya repot harus membuat laporan. Namun inovasi Maratua layak untuk diterapkan di daerah lain sebagai upaya penataan zakat ke depan.